LEBAK, Kabarreformasi.com – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Banten mengadakan Apel Siaga TPK (Tim Pendamping Keluarga) Bidan, Kader KB, Kader TP, dan TPK Provinsi Banten di Gedung Sakinah Rangkasbitung, Rabu 6 September 2023.
Acara ini juga menjadi momen untuk memberikan penghargaan kepada TPK dan unsur Forkompimda yang telah berperan aktif dalam menurunkan angka stunting di Banten.
Deputi Adpin BKKBN RI, Drs Sukaryo Teguh Santoso Mpd, Ketua IBI (Ikatan Bidan Indonesia) Emi Nurjasmi, dan Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Banten, Rusman Effendi, turut hadir dalam acara tersebut.
Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi (ADPIN) BKKBN RI, Sukaryo Teguh Santoso, menyampaikan apresiasi kepada TPK yang telah berjuang keras dalam upaya menurunkan angka stunting di daerah ini.
“Ini adalah bentuk apresiasi bagi pemerintah daerah dan pendamping. Saya yakin ini akan meningkatkan motivasi mereka dalam mendampingi keluarga untuk mencegah stunting. Ini merupakan dukungan nyata terhadap kebijakan percepatan penurunan angka stunting,” ujarnya.
Penurunan angka stunting merupakan salah satu prioritas nasional, terutama di daerah seperti Banten yang memiliki angka stunting yang tinggi.
Wakil Bupati Lebak, Ade Sumardi, berharap pemerintah pusat akan menjadikan Lebak sebagai proyek pilot penanganan stunting di Banten dan nasional.
Ade Sumardi, yang juga Ketua Tim Percepatan Pengendalian Stunting Kabupaten Lebak, menyadari tantangan yang dihadapi di wilayahnya yang luas dengan jumlah penduduk mencapai 1,2 juta jiwa.
Oleh karena itu, ia menggarisbawahi pentingnya peran semua pihak, termasuk ibu-ibu PKK, posyandu, bidan, dan pendamping lainnya dalam mengatasi stunting.
Selain itu, aparat penegak hukum seperti kepolisian, TNI, Kejari, dan Pengadilan Negeri juga terlibat sebagai Bapak dan Bunda Asuh Stunting di Lebak.
“Harus semua pihak yang terjun, dan harus dari hulu ditangani karena stunting bukanlah sebuah penyakit. Tapi adanya pola asuh yang salah, pola pemberian gizi yang salah sejak anak masih bayi, bahkan masih di dalam kandungan,” jelasnya.
Ade menekankan bahwa stunting bukanlah penyakit, melainkan akibat dari pola asuh dan gizi yang tidak tepat, bahkan sejak bayi. Penting untuk diingat bahwa stunting dapat memengaruhi anak-anak dari semua lapisan masyarakat, baik yang berasal dari keluarga miskin maupun kaya.
Oleh karena itu, kesadaran akan stunting harus ditanamkan sejak dini, sesuai dengan visi menuju Indonesia Emas pada tahun 2045 yang dicita-citakan Presiden.
“Karena di tahun 2045 mendatang atau sekitar 22 tahun lagi, anak-anak yang saat ini baru lahir atau yang balita sudah menjadi generasi emas yang bisa menjadikan bangsa ini maju dan disegani di dunia,” ujarnya.
Terpisah, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Lebak, dr. Nurul, pihaknya mencatat adanya peningkatan jumlah anak yang mengalami stunting. Hasil penimbangan bulan Agustus tahun 2020 terdapat 9.583 anak di Kabupaten Lebak mengalami stunting. Jumlah tersebut mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2019 lalu.
Menurut dr. Nurul, bahwa stunting disebabkan oleh kekurangan gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan anak. Anak yang mengalami stunting biasanya memiliki pertumbuhan fisik yang terhambat.
“Jumlah stunting di Kabupaten Lebak pada bulan penimbangan Agustus 2020 sebanyak 9.583 anak atau sebesar 9,29 persen, terdiri atas balita pendek sebanyak 7.336 anak atau 7,12 persen dan sangat pendek sebanyak 2.247 anak atau sebesar 2,18 persen,” kata Nurul, kemarin.
Meskipun angka stunting di Lebak masih di bawah target nasional, Dinkes Lebak tetap berkomitmen untuk terus mengatasi masalah ini. Upaya penanganan stunting melibatkan berbagai sektor terkait dan perlu kerja sama dari semua pihak untuk mencapai tujuan tersebut.
“Ada intervensi spesifik dari Dinkes yang hanya punya daya ungkit 30 persen, dan intervensi spesifik dari seluruh sektor terkait yang bisa memberikan daya ungkit sebesar 70 persen,” paparnya. (Pay)