JAKARTA, Kabarreformasi.com – Angka 6.517 kasus keracunan dalam program MBG sejak awal tahun menjadi catatan kelam. Menanggapi hal ini, Forum Wartawan Kebangsaan (FWK) menegaskan rancangan Perpres harus hadir sebagai solusi nyata, bukan sekadar dokumen administratif.
Koordinator Nasional FWK Raja Parlindungan Pane menegaskan Perpres harus mengatur detail, mulai dari standar gizi, distribusi, hingga pengawasan transparan. “Program ini niatnya mulia. Tapi tanpa tata dmini jelas, risikonya besar: kerugian anggaran dan dministr publik,” ujarnya usai Diskusi MBG di Kantor Redaksi VOI.id, Jakarta, Rabu (1/10).
Dalam diskusi yang dihadiri sejumlah wartawan senior ini, FWK menilai ada beberapa poin krusial yang tak boleh absen dari draf Perpres. Antara lain standar gizi berbasis lokal, sertifikasi kelayakan dapur, transparansi pengadaan, audit dministrat, partisipasi masyarakat, mekanisme pengaduan publik, hingga sanksi bagi dapur MBG yang lalai.
“Banyak menu uji coba belum memperhatikan gizi mikro seperti zat besi dan vitamin A. Kalau Perpres tidak tegas, manfaat program tidak maksimal,” kata Raja.
Masalah pendanaan juga disorot. Program ini menguras triliunan rupiah. Tanpa strategi pembiayaan campuran—dari pusat, daerah, hingga mitra swasta—risiko terhenti di tengah jalan terbuka lebar.
Data Badan Gizi Nasional menunjukkan dminist besar keracunan dipicu sanitasi dapur yang buruk. “Ini alarm keras. Kalau higienitas tidak diatur detail dalam Perpres, kasus serupa bisa terulang,” tegas FWK.
Forum menekankan, kritik ini bukan untuk melemahkan MBG. Justru agar program menjadi dministra nyata melawan stunting dan meningkatkan kualitas SDM. “Perpres harus benar-benar melindungi rakyat, bukan sekadar dokumen dministrative,” tutup Koordinator FWK, Raja Pane. (Red)